Materi ini saya dapatkan di seminar dan workshop Smart School Online yang diadakan pada tanggal 28 Februari sd 1 Maret 2018.
Tantangan Kekinian
Menurut Pak Ari (Siberkreasi), faktanya, 143.2 juta dari 262 juta warga Indonesia adalah pengguna internet. Hal ini dapat digunakan untuk hal positif dan negatif. Hal positif seperti berjualan secara online, dan hal negatif seperti cyber bullying, pornografi, dan penyebaran hoax.
Bagaimana cara mengantisipasi hoax?
Menurut Dedi Permadi (Kemenkominfo), faktanya, hoax telah menjadi sebuah industri di era milenial ini. 80% kasus yang dilaporkan kepada Divisi Siber Polisi adalah hate speech dan kebohongan. Ada yang menjadikan hal ini sebagai mata pencaharian, dimana penghasilan di masa-masa yang ramai (seperti pilkada, pilpres, penggiringan opini untuk kepentingan suatu golongan dll) sangatlah menggiurkan.
Dan faktanya lagi, Negara Indonesia menjadi negara yang tingkat minat literasi (membaca) cukup rendah, sedangkan tingkat penggunaan internetnya cukup tinggi, lebih tinggi dibandingkan negara Asean lainnya. Wow yaa..
Empoweering young people to stay safe online
Menurut Ryan Raharjo (Google Indonesia), kita dapat melakukan langkah-langkah untuk memfilter konten di website yang berbau porno atau hoax:
1. Di google. Ada fitur Safe Search.
Caranya: Buka google.com - Klik setting - Klik search setting - di pilihan paling atas - klik filter explicit results - save
2. Di youtube. Ada fitur mode terbatas (restricted mode)
Caranya: buka youtube.com - klik setting - klik on mode terbatas (restricted mode)
3. Di playstore. Jika gagdet tsb diperuntukkan kepada anak. Pastikan Anda telah membaca panduan orang tua.
Caranya: klik beranda (home) - di pilihan paling bawah klik panduan orang tua.
4. Untuk mencari tahu, ini info hoax atau bukan? Dapat ditabayyun dengan cara:
- Jika itu berupa FOTO.
Ketik reverse.photos lalu masukkan foto yang ingin dicari tahu kebenarannya. Maka akan keluar berita2 real sesuai foto yang anda masukkan
- Jika itu berupa VIDEO
Ketik http://youtube.github.io/geo-search-tool/search.html
Lalu ketik location, contoh: Ghouta
Lalu ketik time frame, contoh: past week
Maka akan keluar video2 real Ghouta di waktu sepekan ini. Jika video yang anda miliki tidak ada, maka mungkin video tsb adalah video lampau yang kembali diboomingkan di era skrg (alias hoax).
- Jika itu berupa TEKS, atau berita.
Anda dapat follow akun @TurnBackHoax di Instagram/Twitter untuk mengecek status kebenarannya atau Anda dapat membuka website hoaxanalyzer.com . Ini adalah aplikasi yang dibuat mahasiswa ITB (Tim Cimol) yang berhasil mengalahkan 9 tim di Final Imagine Cup Asia Tenggara 2017.
Sekarang sudah tahu kan bagaimana menjadi netizen yang cerdas? Tapi, bagaimana dengan anak-anak? Bukankah terdapat banyak anak yang masih kecil tapi sudah diberikan gadget oleh orang tuanya?
Menurut Indriyatno Banyumurti (ICT Watch), umur yang wajar untuk diberikan gadget oleh orang tuanya adalah umur 13 tahun. Sedangkan di umur 1,5 sd 2 tahun, anak hanya boleh diberikan program-program yang berkualitas. Di umur 2-6 tahun, boleh sesekali dipinjamkan gadget, namun dengan pendampingan. Dan selain itu, harus ada tiga hal yang didiskusikan kepada anak sebelum meminjamkan gadget:
1. Kebutuhan. Diskusikan kepada anak mengapa mereka harus dipinjamkan gadget? Ingat, istilah yang dipakai adalah dipinjamkan ya, bukan diberikan.
2. Tanggung jawab. Diskusikan kepada anak bagaimana teknologi tsb mestinya digunakan.
3. Risiko. Tegaskan konsekuensi kepada anak apabila gadget tsb disalahgunakan. Buat persetujuan hukuman bersama, jika anak melanggar. Dan sebelumnya, orang tua harus memastikan terlebih dahulu apakah sudah mengaktifkan mode aman di google, youtube, playstore, dan di seluruh aplikasi yang ada di dalam gadget tsb.
Selain itu, kita mesti mengingatkan pula akan digital foot print kepada anak. Jangan share foto, video, teks, dan lain-lain yang tidak diperlukan di dunia maya. Karena ketika ia sudah menyebarnya, kita tidak akan bisa mengambilnya kembali. Banyak orang yang sudah menyimpannya, bahkan menyebarkannya kembali ke khalayak luar.
Jadi, ternyata digitalisasi itu bisa berguna banget, tapi bisa berbahaya banget juga kalo kita gak cerdas dalam menggunakannya guys.
Anak kecil bisa diculik, bisa di sexting, sexortion, dan online grooming oleh para predator lewat medsos-medsosnya yang terlepas dari pendampingan orang tua.
Orang dewasa pun bisa jadi media para buzzer untuk terus menyebarluaskan berita hoax yang dibuatnya.
Ya, intinya, jadilah netizen cerdas. Yang gak cepat percaya oleh berita yang ada, sebelum dicari tahu pasti kebenarannya.
Ya, minimal dicari keyword garis besarnya, terus di search google deh, apakah benar atau tidak beritanya.
Apalagi kalo asal copy and share. Terus ternyata palsu. Tulisan atau foto yang kita sebar, gak akan bisa kita ambil lagi guys.
So, jadi netizen cerdas ya????
Jakarta, 2 Maret 2018
Dina Aulia (@auliaadinaa)